Home » , , » Tafsir Larangan Menjadikan Orang Kafir sebagai Wali’

Tafsir Larangan Menjadikan Orang Kafir sebagai Wali’

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (mu); sebahagian mereka adalah wali bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (Al-Maidah : 51)

Ayat ini berkaitan erat dan lebih menjelaskan tentang ayat yang lain, yaitu :
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (Ali Imran : 28)

Di dalam dua ayat yang mulia ini dijelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala  melarang kaum mukminin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai wali seraya meninggalkan orang-orang mukmin. Diterangkan pula bahwasanya ancaman bagi siapa saja yang melanggar larangan ini adalah terlepas dari pertolongan Allah karena orang tersebut sudah termasuk ke golongan orang-orang kafir. Untuk memahami maksud dari kedua ayat tersebut secara lebih mendalam, maka berikut ini adalah beberapa penjelasan tentang larangan berpihak kepada orang kafir.

Sebab Turunnya Ayat Tersebut (Asbabunnuzul)
Dalam suatu riwayat, dikemukakan bahwa al-Hajjaj bin ‘Amr yang mewakili Ka’ab bin Al-Asyraf, Ibnu Aqil Haqiq, serta Qais bin Zaid (tokoh-tokoh Yahudi) telah memikat segolongan kaum Anshar untuk berpaling dari agamanya. Para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yakni Rifa’ah bin al-Mundzir, Abdullah bin Jubair, dan Sa’ad bin Hatsamah memperingatkan orang-orang Anshar tersebut dengan berkata, “Hati-hatilah kalian dari pikatan mereka, dan janganlah kalian berpaling dari agama kalian.” Namun, orang-orang Anshar itu menolak peringatan tersebut. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat di atas sebagai peringatan kepada kaum mukminin agar tidak berpihak kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai wali. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Abdullah bin Abbas sahabat Rasulullah)

Kata-kata yang Perlu Dipahami
Kafir adalah orang yang menolak kebenaran dari Allah yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Secara singkat kafir itu merupakan kebalikan dari Iman. Dalam surah Ali Imran ayat 28 disebutkan kafir, sedangkan surah al-Maidah ayat 51 lebih memperinci bahwasanya kafir yang dimaksud adalah Yahudi dan Nasrani.
Wali jamaknya Auliya adalah penolong, pencinta, pemimpin dan pelindung ataupun teman dekat. Mengacu pada definisi ini maka kalimat jangan mengambil orang-orang kafir sebagai wali atau kalimat jangan mengambil orang yahudi dan nasrani sebagai wali berarti berpihak kepada mereka yang menolak kebenaran yang datangnya dari Allah dan yang disampaikan oleh Rasul-Nya, atau mengambil (menjadikan) mereka sebagai penolong, pelindung ataupun pemimpin.

Konsep Al-Wala’ dan Al-Bara’
Dalam buku-buku akidah dikenal sebuah konsep al-wala’ dan al-bara’; al-wala’ dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja waliya yang artinya dekat. Adapun pengertian al-wala’ menurut syariat ialah dekat kepada kaum muslimin dengan cara mencintai, membantu dan menolong dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Sementara itu, al-bara’ adalah bentuk mashdar dari kata bari-a yang berarti memutus atau memotong. Dalam pengertian syariat, al-bara’ disini maksudnya memutuskan hubungan atau ikatan (hati) denga orang-orang kafir sehingga tidak lagi mencintai, membantu dan menolong mereka.
Konsep al-wara’ dan al-bara’ sangat relevan dengan pembahasan tentang Larangan Berpihak kepada orang Kafir. Berdasarkan konsep ini, kaum mukminin dapat memahami bahwa loyalitas mereka terhadap sesuatu atau keputusan untuk berlepas diri dari sesuatu merupakan sisi kehidupan yang telah diatur dalam ajaran Islam. Perkara ini sangat penting diketahui mengingat kaum Mukminin sering dihadapkan pada dua pilihan; berpihak kepada Allah atau berpihak kepada Musuh Allah. Kesalahan dalam memilih dapat menyebabkan mereka terperosok dalam Ancaman Allah, seperti dijelaskan dalam dua ayat di atas.
Untuk mengenai konsep al-wara’ dan al-bara’ lebih jauh, akan kami simpulkan pernyataan Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Furqan tentang pengertian al-wara’ dan al-bara’. Al-wara’ dan al-bara’ ialah cinta dan setia kepada Allah subhanahu wa ta’ala mencintai segala yang dicintai-Nya, membenci segala yang dibenci-Nya, meridhai segala yang diridhai-Nya, mengajak orang lain kepada yang diperintahkan-Nya, mencegah orang lain dari yang dilarang-Nya, memberi atas dari Ridha Allah dan memberi kepada seseorang yang tidak Allah Ridhai.

Larangan dan Ancaman Menjadikan Orang Kafir sebagai Wali
Dalam kedua surah di atas secara tegas Allah melarang kaum mukminin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali, walaupun orang-orang kafir tersebut masih memiliki hubungan kerabat ataupun orang yang baik kepada kita. Artinya, selama masih ada orang-orang mukmin bisa dijadikan wali, maka kita wajib untuk mengedepankan mereka.
Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai wali. Selanjutnya, dengan firman-Nya, Allah mengancam : Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah,  karena dijelaskan dalam firman-Nya yang lain Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Oleh karenanya, orang-orang mukmin tidaklah dihalalkan menjadikan orang-orang kafir sebagai wali, baik karena kekerabatan, pertemanan, ketetanggan, maupun yang lainnya.
Ilustrasi berikut ini menggambarkan bahaya menjadikan orang kafir sebagai wali. Katakanlah, seorang mukmin menjadikan seorang kafir sebagai wali. Kemudian, karena rasa terima kasihnya, orang mukmin tersebut membocorkan rahasia kaum mukminin atau mengutamakan kepentingan orang-orang kafir, baik disengaja atau tidak. Perbuatan seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan kemudaratan bagi kaum mukminin.
Kaum mukminin wajib menjadikan sesamanya sebagai wali dan mempercayai mereka menyangkut urusan-urusan umum. Ibnu Abbas berkata, “Allah Ta’ala melarang kaum mukminin meminta-minta kepada orang-orang kafir seraya menjadikan mereka sebagai wali.” Maksud perwalian yang dilarang ialah meminta pertolongan, bahu-membahu, baik kekerabatan ataupun karena kecintaan kepada orang-orang kafir. Perwalian tersebut dapat membuka jalan bagi orang-orang kafir untuk merongrong Islam dan kaum Mukminin. Ditinjau dari sisi syariat, perwalian dalam pengertian setuju dengan kekafiran, adalah kafir. Sedangkan perwalian dalam arti bermuamalah secara baik di dunia, tetapi tetap tidak setuju dengan kekafiran, tidak dilarang.
Dalam banyak hal, ajaran Islam telah memerintahkan kaum mukminin agar menjauhi orang-orang kafir dan tidak berpihak sedikit pun kepada mereka. Ditinjau dari sisi mana pun, keberpihakan terhadap orang kafir, terutama yang berpotensi meruntuhkan sendi-sendi keimanan, pasti akan mendatangkan kerugian bagi kaum muslimin.
Dalam ayat yang lain, yakni surah al-Baqarah ayat 120, ditegaskan mengenai karakter asli yang secara fitrah akan terus dimiliki oleh orang-orang kafir sehubungan dengan sikap mereka terhadap kaum Muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah : 120)
Allah juga berfirman,
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Baqarah : 105)
Demikianlah Allah Ta’ala memperingatkan orang-orang yang gemar menjalin persahabatan dengan musuh-musuh Allah atau memusuhi kekasih-kekasih-Nya, akan mendapat balasan berupa Azab dan murka-Nya pada hari kiamat. Orang mukmin yang bersahabat dengan orang kafir, lebih mengutamakan kepentingaan mereka, menjadikan dirinya sebagai wali bagi mereka, atau menjadikan mereka sebagai wali bagi dirinya, maka Allah Ta’ala  mengancam dengan firmannya, Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah,  karena dijelaskan dalam firman-Nya yang lain Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Wali bagi Kaum Mukminin
Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam ayat lain, wali bagi kaum mukminin hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dari tiga pihak inilah seharusnya kaum Mukminin mengambil wali. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (Al-Maidah : 55-56)
Dua ayat ini sangat jelas memberitahukan kaum mukminin bahwa hanya Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang berimanlah yang patut dijadikan wali dalam segala hal. Allah Ta’ala juga memberikan jaminan bahwa kemenangan pasti akan diperoleh oleh orang-orang yang mengikuti agama Allah; yaitu orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin sebagai wali.

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir".

Disarikan dari buku Ayat-ayat Larangan dan Perintah (Pedoman Menuju Akhlak Muslim) karangan K.H. Qamaruddin Shaleh, dkk. Terbitan CV Diponegoro, Bandung tahun 2002

0 komentar:

Post a Comment