Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Sebuah ayat yang kami kutip di
atas adalah ayat yang bisa dikatakan hampir semua orang Islam pasti mengetahui
ayat tersebut. Akan tetapi sebagian besar umat Islam juga bertanya-tanya apa
sebenarnya yang dikandung di dalam ayat tersebut. Karena masyarakat sekarang
banyak melihat fenomena bahwasanya banyak orang yang shalat akan tetapi
maksiat. Sebenarnya fenomena ini sebenarnya bukanlah fenomena yang baru, akan
tetapi sejak zaman Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah,
ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ia mengatakan,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ
سَرِقَ؟ فَقَالَ: “إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا يَقُوْلُ
“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada seseorang yang biasa shalat di malam hari
namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti itu?” Beliau lantas berkata,
“Shalat tersebut akan mencegah apa yang ia katakan.” (HR. Ahmad 2: 447, sanadnya shahih kata Syaikh Syu’aib
Al Arnauth).
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwasanya orang rajin shalat tapi
maksiat (mencuri) jalan terus sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Banyak para ulama telah menerangkan mengapa banyak orang yang seperti ini,
yaitu karena orang tersebut belum mendirikan shalat dengan baik, rukun dan
syarat serta kekhusyu’annya belum baik dan lain sebagainya menurut penjelasan
para ulama.
Sebenarnya penjelasannya tidak perlu serumit dan sepanjang itu, cukup baca
menurut redaksi ayat dan kemudian pahami maka kita dapat ketemukan makna yang
sesungguhnya :
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Menurut terjemahan
umum diatas adalah demikian adanya. Tapi coba perhatikan lafaz تَنْهَى
pada ayat ini, jika kita mempelajari bahasa arab, maka
kita mengetahui bahwasanya تَنْهَى
merupakan fi’il (kata kerja) dari kata الصَّلَاةَ
dalam bentuk fiil mudhari yaitu kata kerja yang digunakan untuk menunjukkan
keterangan waktu sekarang dan masa yang akan datang.
Jadi sebenarnya
dan seharusnya arti dari terjemahan ayat diatas adalah, “Sesungguhnya saat
sedang shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” Dan jika
terjemahan serta maknanya seperti ini, maka benarlah firman Allah karena orang
yang sedang shalat itu tiadalah mungkin ia melakukan keji dan mungkar, contoh
mudahnya orang yang sedang shalat tiadalah mungkin mempunyai sifat pendusta
serta tidak mungkin ia korupsi, mengapa ? coba anda perhatikan pernahkan ada
orang shalat dalam keadaan sendiri atau berjamaah ia mengurangi jumlah rakaat
shalat atau melebihkannya ?
Mungkin ketika
kami memberikan makna tersebut, banyak diantara kita terbesit, ‘wah kalau
begitu saat sedang shalat saja dong gak maksiatnya?’ maka kami akan katakan,
‘ya’. Karena orang yang sedang dalam keadaan shalat tiadalah mungkin ia
bermaksiat. Dan oleh sebab itu maka sebaiknya kita harus shalat sepanjang
waktu.
Pasti akan
timbul pertanyaan lagi, shalat sepanjang waktu? Shalat kan ada waktu-waktunya ?
betul, tapi itu adalah shalat dalam makna khusus. Sedangkan shalat dalam ayat
ini adalah shalat bermakna umum, sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama,
shalat itu artinya adalah doa, dan doa artinya adalah dzikir, sedangkan dzikir
itu adalah mengingat Allah. Nah bukannya dzikir itu bisa sepanjang waktu?
Jadi
kesimpulannya ayat ini menerangkan, “Orang yang senantiasa dalam keadaan
mengingat Allah pastilah tidak mungkin ia melakukan perbuatan keji dan mungkar,
karena ia mengetahui bahwasanya Allah selalu mengawasinya.”
Wallahu’alam
0 komentar:
Post a Comment